Tuesday, 13 January 2015



BUDIDAYA CACING LUMBRICUS

 Salah satu kunci sukses dalam memelihara ikan sidat adalah dengan cara beternak cacing sendiri, baik itu cacing sutra untuk pembesaran glass eel maupun beternak cacing tanah. Khusus untuk cacing tanah ini yang paling mudah dan sekaligus mempunyai  harga jual yang cukup tinggi jika dijadikan tepung cacing maupun dijual hidup adalah jenis cacing Lumbricus sp. Seperti kita ketahui bahwa bibit ikan sidat tangkapan alam seringkali kondisinya tidak bagus, dikarenakan banyak sebab. Tentu saja setelah tiba pada pembudidaya dan masuk ke kolam budidaya maka masalah berikutnya adalah tingkat kematian yang cukup tinggi dan sidat tidak mau makan. Nah salah satu solusinya setelah hal-hal lainnya dilakukan adalah melatih ikan sidat mau makan dengan cacing tanah atau dengan cacing lumbricus. Karena itu sangatlah membantu jika kita sudah memelihara cacing sendiri. Dengan memakan cacing maka kondisi ikan sidat akan cepat pulih dan berikutnya mudah untuk dilatih memakan makanan lainnya. Berikut cara praktis memeliharanya.

  1. Media Budidaya Cacing Lumbricus

Persiapan pertama dalam budidaya cacing lumbricus adalah media atau tempat dimana
cacing ini hidup dan berkembang biak. Media untuk perkembangbiakan cacing ini haruslah mempunyai syarat-syarat sbb :
            Syarat Media Cacing.  
  • Bahan organik yang remah, artinya media haruslah longgar dan tidak mudah menjadi padat karena dalam masa pemeliharaannya akan ditambahkan pakan cair dan juga media baru secara periodik. Disamping selama hidupnya cacing akan mengeluarkan kotoran berupa butiran kecil-kecil seperti tanah. Kotoran cacing dan pakan cair ini setelah beberapa waktu akan membuat media jadi basah, becek dan menggumpal, sehingga dapat menghambat pertumbuhan cacing dan jumlah telur yang menetas. Oleh karena itulah diperlukan media yang remah, longgar, tidak mudah menggumpal, hangat, meskipun akhirnya media tersebut akan dimakan cacing dan terurai tetapi prosesnya berjalan sangat lama, sekitar 2-3bulan. Disamping itu kelonggaran media ini sebagai sirkulasi udara dan agar cacing bisa bebas bergerak kemana saja. Satu hal lagi keuntungan jika media cacing yang longgar adalah, anakan cacing yang nantinya menetas masih bisa mendapatkan asupan pakan karena pakan yang akan diberikan berupa cair, cairan  pakan ini akan meresap turun sehingga bisa dimakan anakan cacing, tanpa harus naik ke permukaan. Maka nantinya setelah ditambahkan media baru secara periodik, anakan cacing tetap bisa berkembang dan besar di lapisan bawah, sehingga cacing tidak berkumpul dipermukaan edia saja, tetapi juga bisa hidup dan berkembang dilapisan bawah media.
  • Hangat. Salah satu persyaratan agar telur bisa menetas adalah suhu yang hangat dan stabil. Suhu yang hangat dan stabil inilah yang nantinya akan membantu telur cacing yang berada di dalam media bisa matang dan menetas pada waktunya. Jika media dingin maka percuma saja meskipun banyak telurnya karena tidak akan menetas. Kehangatan media terjadi akibat proses fermentasi dan penguraian bahan organik yang  berlangsung terus menerus di dalam tumpukan media. Inilah salah satu fungsi pemberian probiotik pada pakan.
  • Lembab. Persyaratan lain bagi media hidup cacing lumbricus adalah kelembaban media yang terjaga, artinya media dapat menyimpan air dan menjadikannya lembab tetapi karena longgar dan berpori-pori maka kelembabannya bisa berkurang. Kelembaban ini terjadi karena secara rutin diberikan pakan cair, dan kalaupun pakan cair ini berlebihan maka akan cepat meresap ke bawah dan bisa mengalir keluar melalui paralon di bagian dasar yang berfungsi sebagai sirkulasi udara sekaligus sebagai peresapan air. Bahkan sewaktu-waktu media cacing harus juga disiram, untuk mempertahankan kelembabannya.
  • Bahan organik. Tentu saja syarat utama dari media cacing harus terdiri dari bahan organik, inipun dipilih dari bahan yang mudah lapuk dan terurai, karena nantinya media ini setelah dipanen akan berfungsi sebagai media tanam atau kompos.

Agar media yang dipergunakan untuk memelihara cacing bisa maksimal fungsinya, disamping sebagai media tetapi nantinya juga akan hancur setelah lunak dan bisa dimakan cacing, maka kita harus mempersiapkan terlebih dahulu media yang cocok untuk itu. Adapun bahan-bahan yang sebaiknya disiapkan sebagi media cacing adalah, sbb :

Bahan Media Cacing.
•     Tai gergaji atau bekas baglog jamur yang sudah dibuang. Yang paling bagus adalah baglog bekas jamur karena teksturnya sudah lunak dan tidak mengalami pembusukan lagi, sedangkan jika memakai tai gergaji maka pilihlah yang sudah agak lapuk karena jika masih baru teksturnya kasar dan tidak disukai cacing, bisa melukai kulitnya.
•     Pupuk kandang. Pupuk yang dipakai bisa berasal dari sapi, kambing/domba, ayam dll. Pilihlah yang sudah matang agar nantinya media tidak terlalu panas karena proses pembusukan dan kandungan gas amoniaknya yang cukup tinggi, sangat tidak disukai cacing. Cacing akan keluar meninggalkan media jika masih panas dan mengandung amoniak yang tinggi.
•     Batang pisang. Pilihlah batang pisang yang sudah membusuk karena akan menjadi tempat bersarang yang bagus bagi cacing, tetapi jika memang tidak tersedia maka bisa menggunakan batang pisang yang baru. Potong- potonglah batang pisang dan kemudian dijemur ±3hari agar layu.
•     Bahan organik lainnya. Disamping ketiga bahan tadi yang wajib ada, maka bisa ditambahkan bahan-bahan organik lain yang ada di sekitar kita yang sifatnya agak keras atau lama terurai, yakni : berbagai macam daun-daunan; limbah sampah dari pasar; eceng gondok; limbah dari lahan pertanian seperti jerami, rerumputan, tongkol dan batang jagung, bekas tanaman kedelai, kacang hijau, dll. Semua bahan ini hendaknya dirajang dulu untuk memudahkan proses pengomposan dan agar mudah tercampur merata dengan bahan-bahan yang lain.
Itulah beberapa bahan untuk media cacing yang sudah terbukti bagus dipergunakan dan mendukung perkembangbiakan cacing. Untuk komposisinya, bahan-bahan tersebut bisa dicampur bebas. Khusus untuk kotoran sapi dan kotoran ternak lainnya atau bahan lain yang masih dalam proses fermentasi/pembusukan sebaiknya dalam jumlah tidak lebih dari 25%. Misalnya saja ampas tebu; limbah kelapa sawit; onggok ubi kayu, ampas tahu, ampas pabrik kecap, sisa tempe dll (ke-empat bahan terakhir ini lebih bagus untuk pakan cacing). Hindari pemakaian bahan-bahan yang mengandung zat kimia. Setelah semua bahan tersebut terkumpul dan telah dihancurkan atau dirajang dulu, selanjutnya diaduk sampai merata dan kemudian siap difermentasi, dijadikan kompos setengah matang/tidak terlalu lapuk.

Cara Fermentasi Media Cacing :

Siapkanlah semua bahan yang bisa dikumpulkan sesuai dengan yang terdapat di sekitar lokasi masing-masing. Setelah dihancurkan, dicampur merata dan kemudian difermentasi. Caranya adalah sbb :
  • Siapkan terlebih dahulu bahan-bahan untuk dekomposternya, yakni :
- bakteri pengurai... 1liter , sebaiknya memakai hasil ternak sendiri
- molase/tetes.......... 2liter , bisa diganti gula merah/air tebu
- air kelapa.............. 5liter
- air cucian beras..... 2liter
Semua bahan diaduk dan siap dipergunakan. Campuran ini bisa dipergunakan untuk sekitar 1ton bahan organik. Usahakan bahan-bahan tersebut tersedia lengkap agar proses fermentasinya berjalan cepat dan hasilnya bagus. Jika sulit, setidaknya ada biang bakteri dan air cucian beras sebagai pengencer dan makanan bakterinya.
  • Hamparkan campuran bahan-bahan organik tersebut diatas tanah yang teduh, setinggi ± 20-25cm (tidak termasuk batang pisang yang sudah lapuk). Siramkan campuran dekomposter tadi ke atas tumpukan media sambil diaduk.  Setelah itu tutuplah media dengan terpal atau karung beras dan biarkan selama 3-4hari.
  • Pada hari ke-empat tumpukan media dibongkar, diaduk dan dibalik. Biarkan kurang lebih 30menit agar gas-gas yang ada bisa keluar, setelah itu ditutup dan dibiarkan 3hari lagi. Tujuan pembongkaran ini agar suhu di dalam media tidak terlalu panas karena malah bisa menghambat/membunuh bakterinya.
  • Setelah proses fermentasi selesai pada hari ke 7, aduklah kembali dan biarkan diangin anginkan selama 2-3hari, agar sisa gas amoniak yang ada bisa menguap.
  • Setelah media fermentasi ini jadi dan telah dingin bisa dimasukkan ke dalam kolam untuk budidaya cacing. Masukkan setebal 20cm saja bersamaan dengan batang pisang yang sudah lapuk tetapi telah dipotong-potong dulu.
  • Bibit/indukan cacing sudah bisa disebar ke atas media, minimal diperlukan 1kg cacing per m² lahan. Setelah bibit cacing dimasukkan tunggulah beberapa saat, apabila semuanya mau masuk ke dalam media maka berarti media tersebut telah sesuai dengan kondisi yang dikehendaki oleh cacingnya. Apabila cacing tidak mau masuk ke dalam media, berarti ada sesuatu yang tidak beres di dalamnya, bisa karena media terasa kasar bagi kulit cacing atau karena media masih terasa panas dan masih mengandung amoniak hasil pembusukan/proses fermentasi blm sempurna. Bisa juga karena ternyata di dalam media telah dipakai bersarang bagi semut merah. Satu hari kemudian barulah kita beri pakan, karena jika tidak diberi makan maka media ini akan habis dimakan cacing, padahal tujuannya adalah sebagai media saja sedangkan pakan telah disiapkan tersendiri yang mengandung gisi lebih baik.











Teknik Budidaya Jahe dalam Karung

Teknik Budidaya Jahe dalam Karung - Posting Kali ini masih sekitar tema pertanian.setelah sebelumnya kita pelajari Cara Budidaya Tanaman Jahe Lengkap secara umum,kali ini kita akan mempelajari Teknik budidaya jahe yang lebih spesifik,yaitu Teknik Budidaya Jahe dalam Karung (sistem”bag culture”).

Budidaya Jahe Dalam Karung (sistem”bag culture”) dengan media yang remah ini bisa dilakukan karena beberapa alasan.Pertama karena kita tidak punya lahan yang bagus untuk menanamalasan kedua lebih kepada peningkatan hasil dan  benih yang sehat, bebas dari penyakit seperti layu bakteri yang sering menjadi kendala dalam budidaya tanaman.Teknik ini telah dilakukan oleh peneliti Hepperly dkk di Hawai sejak 2004. Budidaya jahe dengan cara ini sedang dikembangkan oleh Pasar Sehat Paiton dan Kelompok Tani di Wilayah Kabupaten Probolinggo

Sebagai contoh Kelompok Tani Jahe Organik Desa Paiton Kabupaten Probolinggo membudidayakan pertanaman jahe dalam karung ukuran 50kg, 25kg dengan media tanam bokasi dari bahan limbah pabrik penggergajian kayu. Benih disemai terlebih dahulu dengan cara dihamparkan atau diangin-anginkan. Media tanam  dimasukan kedalam karung sebanyak 20% dari volume karung.

Benih ditanam masing-masing 250 g/karung. Karung ditata dengan 5 jumlah baris dalam kolom. Kurang lebih setiap 15 hari sekali, petani menambahkan media bokashi ke dalam karung agar rimpang yang terlihat dapat tertutupi. Yang unik dalam sistem budidaya ini serta diperlukan penelitian lanjut, petani tidak menambahkan pupuk anorganik dalam pertanaman jahe dan melakukan pemangkasan tanaman.
Pemangkasan dilakukan saat tanaman mencapai dua bulan pada 5 – 10 cm dari pangkal rimpang. Pemangkasan bertujuan merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru pada rimpang. Setelah karung-karung berisi tanaman yang sudah dipangkas, tanaman dibiarkan hingga muncul tunas-tunas tanaman baru dari dalam rimpang.

Salah satu tantangan dalam teknik budidaya ini, diperlukan penanganan intensif pada tanaman mulai dari penanganan bokasi untuk media tanam, irigasi, kegiatan pemangkasan, dan penambahan media secara rutin. Jika teknik budidaya ini dapat berhasil dan sesuai dengan harapan yang diinginkan, akan tercipta efisiensi penggunaan lahan sebesar 90% dari budidaya konvensional.

Hal ini setara dengan membudidayakan 1000 karung (1000 m2) dengan budidaya konvensional satu hektar. Efisiensi yang lain adalah penggunaan benih tanaman, serta dapat diarahkan untuk budidaya organik dengan mengadopsi teknologi-teknologi yang telah dihasilkan.

Bila digunakan untuk menghasilkan benih, dapat menjadi sumber benih yang sehat dan dengan kondisi yang terkontrol, produksi jahe dapat ditargetkan sesuai dengan permintaan.